BSM interview bersama Steven Anderson

BSM interview bersama Steven Anderson
            Penampilan yang menawan ketika melawan PSIS, Steven Anderson menjadi bahan pembicaraan dikalangan suporter PSIM. Dan gol pembukanya kala itu menjadi motivasi buat para pemain PSIM untuk tetap terus menyerang. Disini Steven juga berbagi cerita tentang pengalamannya sebelum bermain bersama PSIM, kedekatannya dengan Boaz Salossa. Betahnya tinggal di DIY yang penduduknya sangat ramah. Simak interview Steven Anderson bersama BSMnewsletter.

  1. Sekarang anda menjadi buah bibir dikalangan suporter PSIM, itu semua berkat penampilan anda ketika melawan PSIS? Komentar anda?
Semua itu berkat Tuhan performa saya bisa naik, dukungan dari Suporter dan kepercayaan pelatih yang diberikan kepada saya.
  1. Ketika melawan Persikota, permainan PSIM menjadi hidup setelah anda masuk. Apa itu termasuk taktik dari pelatih PSIM?
Iya itu merupakan taktik ketika tandang yang diterapkan pelatih PSIM (Maman Durachman-red), saya diturunkan ketika babak kedua, setelah bek lawan kelelahan. Tapi saya rasa saya terlambat masuk. Waktu itu saya sudah memohon ke Pak Manajer untuk memberi waktu saya dibabak kedua lebih lama. Karena ketika diturunkan waktu yang dibutuhkan untuk beradaptasi, mengatur tempo dan mengatur serangan sangat singkat.
  1. Anda mencetak gol ketika melawan PSIS, bisa dijelaskan awal mula gol tersebut? Ketika itu anda baru berada di lapangan sekitar 15 detik.
Sebelum saya masuk kelapangan, saya sudah ada gambaran apa yang harus ketika nanti berada dilapangan. Dan ketika mendapat peluang itu saya sudah yakin pasti akan jadi gol. Dan gol itu saya persembahkan untuk teman-teman yang sudah datang ke Semarang dan untuk Tim PSIM. 
  1. Apakah anda akan masuk starting line-up ketika melawan PERSIKAB?
Kalau main di kandang saya yakin menjadi starting.
  1. Ceritakan dong awal anda bergabung dengan PSIM?
waktu itu saya bermain di Persiwon Wondama, ketika itu kami berhome base di Jogja dan kebetulan official kami adalaha Dr. Rudi dan Mas Aji. Dan ketika itu PSIM membutuhkan penyerang, kemudian manajemen PSIM menawarkan kepada saya. Dan akhirnya saya bergabung dengan PSIM.
nomer 28 milik Steven
  1. Anda berasal dari tanah Papua yang kerap melahirkan pemain-pemain bola hebat? Bagaimana perkenalan anda dengan sepakbola?
Di Papua anak-anak kecil sudah diajarkan main bola. Saya sendiri dulu satu angkatan dengan Boaz. Kami berlatih bola bersama. Pernah suatu hari kami dihukum oleh pelatih karena tidak bisa mengarahkan bola ketiang gawang. Saya dengan kaki kiri dan Boaz dengan kaki kanan. Padahal saya bukan pemain kidal sebaliknya Boaz seperti itu dia pemain kidal.
  1. Siapa pemain Papua yang seangkatan dengan anda?
Banyak, Ada Boaz, Yustinus pae, David laly (Persipura), Isak konon (Persiwa), dan Oktvianus Maniani (Sriwijaya FC). Tapi yang paling dekat dengan Boaz kami masih satu saudara, kita main bola bareng, makan, semuanya bareng dia. Dia juga idola saya.
  1. Anda termasuk tipe pemain seperti siapa?
Kalo di luar negeri, gaya bermain saya ingin seperti Kaka’, Messi dan C. Ronaldo.
  1. Sebagai seorang penyerang dan berhadapan dengan bek-bek yang “nakal”. Bagaimana cara anda menghadapi hal semacam ini?
Awalnya saya hanya ngasih senyum ke dia. Intinya saya jangan sampai terprovokasi yang nanti bisa menyebabkan saya terkena kartu. Dulu memang saya sempat emosial namun berkat nasehat dari manajemen saya mulai bisa mengendalikan emosi saya. Bek-bek nakal itu banyak seperti contoh waktu kita bertanding ke Probolinggo, disana beknya kasar-kasar. Terlebih ketika pertandingan tidak disiarkan oleh stasiun TV. Mereka sangat kasar.
  1. Cidera paling parah?
Bagian engkel.
  1. Keberadaan anda dengan beberapa rekan satu tim terdahulu (Engkus & Elthon) apakah membuat anda terganggu dengan posisi anda di PSIM?
Tidak, malahan mereka menjadi partner saya bermain bola. Kami sudah saling mengenal satu sama lain, ketika saya membawa bola, Engkus atau Elthon sudah tahu harus berada di posisi mana.
  1. Apakah anda betah dengan suasana kota jogja? Sedangkan kemaren Jogja baru saja terkena musibah, Anda tidak takut?
Jogja menjadi salah satu alasan saya bermain bola dan meninggalkan tanah Papua. Tempatnya enak, orang-orangnya ramah. Penonton di Jogja juga lebih asyik. Tentang bencana kemarin saya tidak begitu mempermasalahkan, saya kan sudah mengungsi dari Papua, untuk apa saya ngungsi lagi.
  1. Adakah pesan-pesan untuk pembaca dan pendukung PSIM?
Untuk teman-teman Brajamusti, Maident dan PTLM kalau bisa rukun, jangan saling berkelahi. Berikan dukungan Satu untuk PSIM. Saya sering sedih kalau ada yang sampai berkelahi.

No comments:

Post a Comment