Gemuruh stadion Mandala Krida pecah
ketika gol pada menit ke-71 di cetak oleh Putut Joko Purnomo ke gawang PSIS
Semarang. Gol tersebut merupakan gol satu-satunya dalam pertandingan tersebut.
Pada 14
November 1993, PSIM melawat ke stadion Jatidiri, Semarang. Suporter PSIM tidak
ketinggalan turut serta berangkat ke Semarang. Jarak antara Jogja dan Semarang
yang tidak begitu jauh menambah animo pendukung PSIM untuk berangkat mendukung.
Sejumlah
kaca bus dan mobil pribadi rusak akibat ulah suporter tuan rumah. Sekitar 14
pendukung PSIM mengalami cedera ringan, belum lagi para pemain PSIM menerima
terror serta lemparan batu. Salah satu pemain PSIM, Handra Sutrisno terkena
lemparan batu sehingga pelipisnya memar. Panpel seolah tutup mata ketika
official tim PSIM meminta perlindungan.
(sumber: KR, 1994)
Plat H
dilarang masuk area stadion
Beberapa
hari menjelang laga PSIM menjamu PSIS Semarang. Panitia pertandingan, Afianto
menghimbau agar kendaraan dengan plat H tidak dibawa ke stadion. Afianto juga
tidak mendapat kabar dari pendukung PSIS tentang kedatangannya ke Jogja. Mereka
datang sendiri-sendiri dan membaur dengan pendukung tuan rumah. Afianto juga
melarang penonton membawa benda-benda yang membahayakan jalannya pertandingan
seperti mercon, ketapel dan botol minuman.
Stadion
Meledak
Dikabarkan
tiket pertandingan PSIM melawan PSIS Semarang terjual habis. Stadion Mandala
Krida dipadati sekitar 20.000 penonton. Semua tribun baik terbuka dan tertutup
terlihat padat. Pertandingan berjalan sengit, PSIM yang tidak bisa menurunkan
striker andalannya, Widadi Karyadi karena akumulasi kartu. Tidak salah jika
pelatih PSIM, Bertje M. memasang Putut Joko Purnomo. Terbukti gol semata
wayangnya menambah pundi-pundi poin PSIM.
Puluhan penonton
terlihat histeris setelah bola dari Putut menggetarkan jala PSIS. Para
pendukung dari tribun timur terjun ke lapangan. Tak ayal aksi ini mengakibatkan
beberapa orang cedera karena mereka terjun dari ketinggian tiga meter. Para
pendukung dari tribun terbuka juga tidak tinggal diam, mereka merangsek masuk
stadion. Pertandingan sedikit tersendat karena panitia harus menghalau penonton
untuk kembali ke tempatnya.
Selain itu,
Bambang Cahyo warga Cokrodipuran menerima nasib sial. Dua giginya rompal
setelah terkena mercon. Lain lagi dengan pendukung PSIS yang dihajar orang
tidak dikenal di dalam stadion. Di jalan Sudirman, Suryanto menderita luka
parah setelah dipukul orang tidak dikenal.
PSIM dan PSIS memiliki rivalitas yang sengit.
Kedua tim ini berusaha menjadi yang terbaik di wilayah DIY-Jateng. Suporternya
juga memiliki memori historis tersendiri setiap bertandang ke masing-masing
stadion. Peristiwa di Jogja dan Semarang hendaknya disikapi dengan dewasa.
Bukan untuk membuka luka lama tapi mencoba mengingatkan tentang perjuangan klub
dalam merebut tiga poin.
*judul terinspirasi dari rilisan Oi!Laskar Mataram Oi!