Casual, sub kultur yang berkembang pada tahun 1970-an dewasa
ini sedang booming di Indonesia. Sub kultur
ini berasal dari Inggris dengan ditandai pergerakan suporter Liverpool dalam
mendukung tim-nya di luar Inggris Raya.
Yogyakarta tidak lepas dari datangnya budaya ini. Sebenarnya
menarik membahas sub kultur casual yang terjadi di Inggris dan Yogyakarta. Dua
tempat ini memiliki cerita historis yang tidak akan dilupakan satu sama lain,
baik orang-orang Inggris maupun Yogyakarta.
Suatu pagi yang mencekam, Juni 1812, sekitar 1200 bala
tentara Inggris dan Sepoy (orang-orang India) merangsek masuk ke Kraton
Yogyakarta. Gubernur Raffles memerintahkan pasukannya yang dikomandani Kolonel Gillespie
menyerang Kraton. Saat itu Kraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultan HB
II. Geger Sepoy begitu banyak orang menyebutkan tragedi ini. Peristiwa yang
jauh lebih parah dibanding kejadian-kejadian penting sejarah Kraton seperti
jatuhnya Kraton di Pleret (1677), Kartasura (1742), pemberontakan Trunojoyo
(1675-1680) dan perang Cina (1740-1743).
Semua barang berharga milik
Djocjacarta jatuh ke tangan para penakluk (…) tapi dalam pembagian langsung di
tempat, mereka mengambil untuk diri sendiri lebih banyak daripada sepatutnya.
(…) saya tidak mengira mereka akan bertindak begitu cepat dan buru-buru, tapi
karena sudah terjadi, percuma melarang atau menghukumnya. (…). (sudah
merupakan) pendapat umum bahwa di tempat-tempat yang direbut dengan penyerbuan,
tentara berhak membagi langsung harta dan perhiasan, dan kewenangan Lord
Cornwalis (gub jendral India 1786-1793) sebagaimana halnya dengan contoh tindakan
Lord Lake (panglima Tentara India dan penakluk Scindia semasa Perang Mahratta
kedua, 1803-1805) dianggap menentukan.
Kutipan tulisan Raffles menjelaskan tentang sistem pembagian
barang jarahan. Semua barang-barang yang dianggap sebagai warisan budaya Hindhu
dan Budha menjadi target khusus para pasukan. Selain itu arsip-arsip, uang,
kain, dan emas dimasukan ke dalam peti-peti. Tidak ketinggalan putri-putri
Kraton menjadi sasaran angkut bala tentara Sepoy. Mereka memperkosa para
putri-putri terlebih dahulu.
Tidak hanya pasukan Inggris dan Sepoy yang berperan dalam
Geger Sepoy. Mangkunegaran II mendapat 7000 dolar Spanyol atau 140.000
Poundstreling dari rampasan Yogya atas pengakuan jasa-jasa legiunnya dalam
membantu penyerbuan. Mangkunegaran II mendapat 7000 dolar Spanyol atau 140.000
Poundstreling dari rampasan Yogya atas pengakuan jasa-jasa legiunnya dalam
membantu penyerbuan.
Semua peti-peti rampasan dimasukan ke dalam kapal. Kepulangan
Raffles membawa semua benda-benda. Kapal-kapal tersebut diperkirakan mendarat
di Liverpool yang merupakan kota pelabuhan terbesar di Inggris. Semua
benda-benda rampasan Raffles kini berada di British National Museum sedang
sebagian benda rampasan lainnya tenggelam ketika perjalanan menuju dataran
Inggris. Kapal yang tenggelam tersebut terdapat istri Raffles.
Pernahkah anda bayangkan benda-benda rampasan Raffles ketika
Geger Sepoy yang termasuk busana Jawa memberikan sumbangsih atau pengaruh
terhadap gaya berpakaian orang-orang Inggris? Busana yang kini dipajang di museum
dilihat oleh khalayak daratan Inggris. Bukan tidak mungkin busana tersebut
sedikit tercurahkan dalam proses produksi sandangan di daratan Inggris.
Tulisan ini mencoba menghubungkan kemungkinan yang ada antara
Yogyakarta dan dataran Inggris yang memiliki kedekatan historis. Jika menilik
perkembangan sub kultur casual memang bisa dikatakan Liverpool merupakan
pionir. Asumsi kota pelabuhan sebagai serambi bagi kebudayaan di suatu kawasan.
Silakan mencoba mengkaitkan kemungkinan yang lebih besar lagi.
Sumber Referensi:
M.C Rickfles; Sejarah Indonesia
Modern 1600-2004, Serambi, Jakarta: 2004
Peter Carey; Kuasa Ramalan: Pangeran
Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855, Kompas Gramedia, Jakarta:
2011
Thomas Stamford Raffles; History of
Java, Oxford University Press, London: 1965