Lekas Bangun Bawah Skor Mandala



“Heh ngopo wae kowe? Gek ndang tangi!”

Mungkin kata-kata itu yang pantas untuk kami. Mati suri. Kapan ya kami mulai tidur? Hmm, sebentar kami mencoba mengingat-ingat. Mungkin tepatnya ketika akhir 2010, kami mulai cara mengupload produk dan sampai pada tidak ada lagi produk yang bisa diproduksi. Kenapa? Ya, itu butuh konsistensi dalam mengelola BAWAH SKOR MANDALA (kemudian kami singkat menjadi BSM). Konsistensi memang tidak mudah, tidak semudah kamu mengejanya, mengucapkannya, meneriakannya dan entah apa lagi bentuknya. Konsistensi butuh keseriusan tingkat tinggi dan dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Kapan serta mengapa BSM lahir?

Kami memulai pada bulan februari, awalnya kami membuat desain pre-order dengan desain “Jaime Sandoval” namun itu urung terjadi. Kemudian kami merilis desain baru dengan sistem tidak pre order. Produk pertama yang lahir justru polo. Kami menilai produk tersebut belum ada yang membuat baik supporter (laskar) ataupun para pedagang asongan mandala. Polo hanya dimiliki oleh para pemain serta official, kemudian kami memutuskan membuat polo.

Kelahiran ini termotivasi karena pertama kebosanan dengan desain-desain kaos supporter yang selalu identik dengan sablon besar dan gambar-gambar yang jauh dari konteks. Singkat kata produk yang ada waktu itu tidak ada konsepnya. Di sisi lain kami ingin menciptakan produk yang elegan yang bisa digunakan tidak hanya di dalam stadion tetapi juga di luar stadion.

Kami jadi teringat COD dengan beberapa costumer kami. Nomor hp para costumer juga masih kami simpan namun entah mungkin beberapa diantaranya sudah tidak aktif. Kami teringat kesan ketika para pembeli produk kami menyampaikan rasa puasnya. “Matur nuwun yo mas, barange jos” tutur pembeli. Wah itu sesuatu yang membuat kami terpacu untuk memberikan pelayan serta kualitas produk yang lebih dan lebih. Kami teringat juga produk kami yang masih ada di Leader shop. Yah, toko itu pun harus menutup rolling doornya dalam hitungan bulan.  Tuntas beberapa kali mengirimkan pesan singkat kepada kami namun entah mengapa kami merasa malas untuk mengambilnya. Saat itu kami lesu. Kami lesu dengan kondisi panas konflik perpecahan supporter. Walaupun sejatinya BSM berada posisi netral namun kami merasakan imbas tersebut.

Lalu pergerakan BSM apa saja sih?

BSM sejatinya tidak hanya berkutat pada produk merchandise. BSM berposisi sebagai pengepul arsip tentang PSIM. Kami sejak awal sangat peduli dengan arsip serta pendokumentasian perjalanan PSIM. Meski tidak semua tercover oleh kami sendiri namun beruntung kami memiliki dokumentasi peristiwa baik dalam bentuk foto maupun video. Pernah kami membicarakan perihal dengan Sumanto (corps musik) namun aksi tersebut urung terjadi. Kami pernah mencetak pamflet “GLORY PSIM” namun hanya beberapa spot saja yang tertempel dan tidak memiliki dampak apapun.

Kami juga pernah beberapa kali melakukan penulisan berita tentang PSIM, menginterview pemain dan pergerakan supporter. Waktu itu kami menilai belum ada media yang membahas sisi-sisi kecil dari PSIM seperti pemain. Namun sekarang sudah ada harian seribuan yang selalu mengulas pemain dalam satu lembar halaman koran. Dia masa kevakuman kami dalam menulis di blog BSM, kami bertemu dengan Firas Mahendra yang mengajak kami untuk membantu @PSIM_news serta web-nya sebagai kontributor. BSM mendapatkan banyak ilmu serta link dengan para jurnalis. Mendapat pengalaman layaknya wartawan dari surat kabar. Mendapat kesempatan mengikuti konfrensi pres, wawancara dengan pelatih atau manajer tim dan tentunya berinteraksi dengan para pemain PSIM.

Kami juga pernah membuat streaming radio sendiri (bawahskor.listen2myradio.com) , radio ini hanya beberapa kali menggema dalam lini masa. Kami ingat pada hari minggu sore kami memutar lagu PSIM selama satu jam. Dulu kami belum memliki akun twitter jadi hanya melalui FB. Beruntung ada 5-6 orang yang mendengarkan kemudian projek radio ini berhenti karena beberapa hal. Namun suatu saat projek ini akan kami lakukan kembali.

Yap, itulah BSM kami sudah melakukan hal tersebut jauh sebelum mereka melakukannya. Namun kesalahan kami adalah tidak konsisten. Lagi-lagi kata itu yang menjadi momok. Kami sudah cuci muka dan merangkai lagi projek-projek yang tercecer waktu itu. Kami ingin fokus. Kami ingin apa yang dicita-citakan terwujud. Kami tidak mengubah style kami, kami mecoba tidak latah mengikuti arus. Kami memiliki arus sendiri. Arus yang akan mengantarkan kita ke tempat tujuan.

No comments:

Post a Comment